YANG NAMANYA PENJARA, TIDAK ADA KATA 'ENAK/NYAMAN'.
PARAHNYA LAGI KALAU JADI TAHANAN DI INDONESIA.
HAHAHAHA...
Saya kutip dari serambinews.com, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kakanwilkumham) Aceh, Dr Yatiman Eddy SH Mhum mengatakan belum ada prosedur tetap (protap) yang mengatur hubungan ‘bercinta’ suami istri di Lembaga Pemasyarakatan (LP), Rumah Tahanan (Rutan), dan cabang rutan di seluruh Indonesia, termasuk Aceh.
Yatiman mengatakan itu menjawab Serambi menanggapi aksi demo puluhan penghuni LP Kelas II A Lhokseumawe, Senin (11/6) yang memprotes larangan berhubungan intim dengan istri mereka ketika membezuk.
“Belum ada protap tentang itu, memang ada permintaan sudah sejak lama, tapi belum bisa dikabulkan di pusat. Kalau dikabulkan pasti persoalannya tambah parah. Bagaimana mengatur hal ini, meski ada ruangan, apalagi para napi mencapai seribuan, seperti di sejumlah LP besar,” kata Yatiman.
Menurut Yatiman, jangankan untuk hubungan suami istri, berkunjung di malam hari juga tidak dibenarkan karena waktu mengunjungi napi sudah diatur pukul 09.00-16.00 WIB. “Jadi sudah benar tindakan kepala LP Lhokseumawe menyuruh petugas agar memaksa pulang tiga wanita yang berkunjung ke LP itu pada malam hari, apalagi untuk berhubungan badan, meski dengan suami masing-masing di dalam LP,” ujar Yatiman.
Ditanya apakah tindakan tidak membolehkan istri berhubungan badan dengan suaminya atau sebaliknya dengan istri berstatus napi, termasuk melanggar hak asasi, seperti dikatakan praktisi hukum yang juga pengacara senior, Yusuf Ismail Pase SH, menurut Yatiman hak asasi tentang hal itu di LP tak berlaku lagi bagi napi/tahanan.
Yatiman menyebutkan hak-hak napi yang diatur dalam UU adalah cuti mengunjungi keluarga (CMK) bagi setiap napi yang sudah menjalani setengah hukuman. Keperluannya untuk menjenguk keluarga atau hal penting lainnya. “Itu bisa diberikan dua kali dalam setahun berdasarkan pertimbangan Kalapas, Karutan atau Kacab Rutan. Waktunya dua hari bagi napi dalam kota lokasi LP, sedangkan untuk napi luar kota bisa empat hari. Ketika CMK ini, napi bisa memanfaatkan untuk berhubungan suami istri,” kata Yatiman. Bagi napi dengan vonis di bawah setahun, bisa mengambil hak cuti bersyarat (CB), jika sudah menjalani 2/3 hukuman. Sedangkan napi dengan vonis setahun ke atas, bisa mengambil pembebasan bersyarat (PB), jika sudah menjalani 2/3 hukuman.
Selain itu, ada asimilasi, yaitu hak bagi napi yang sudah menjalani setengah hukuman bisa diberi kesempatan berkarya di luar, tapi tetap kembali ke LP.
Ada juga cuti menjelang bebas. Cuti ini juga diberikan kepada napi yang sudah menjalani 2/3 hukuman dan sudah habis masa hukumannya, jika dihitung mendapat remisi umum 17 Agustus maupun remisi khusus, misalnya Idul Fitri bagi yang muslim.
“Intinya, saat mereka keluar tetap harus melapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas), misalnya 15 hari atau sebulan sekali. Bapas, jika di Aceh hanya ada di Banda Aceh dan Kutacane, Aceh Tenggara,” sebut Yatiman.
Adapun hak napi atau tahanan yang mutlak harus diberikan petugas, tanpa terikat dengan lamanya menjalani vonis adalah cuti alasan penting, misalnya karena orang tua atau anak meninggal, menikahkan anak, ada pembagian harta warisan, dan berbagai keperluan mendesak lainnya. “Tapi tetap di bawah pengawasan petugas,” demikian Yatiman. (sal)
Saya kutip dari serambinews.com, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM (Kakanwilkumham) Aceh, Dr Yatiman Eddy SH Mhum mengatakan belum ada prosedur tetap (protap) yang mengatur hubungan ‘bercinta’ suami istri di Lembaga Pemasyarakatan (LP), Rumah Tahanan (Rutan), dan cabang rutan di seluruh Indonesia, termasuk Aceh.
Yatiman mengatakan itu menjawab Serambi menanggapi aksi demo puluhan penghuni LP Kelas II A Lhokseumawe, Senin (11/6) yang memprotes larangan berhubungan intim dengan istri mereka ketika membezuk.
“Belum ada protap tentang itu, memang ada permintaan sudah sejak lama, tapi belum bisa dikabulkan di pusat. Kalau dikabulkan pasti persoalannya tambah parah. Bagaimana mengatur hal ini, meski ada ruangan, apalagi para napi mencapai seribuan, seperti di sejumlah LP besar,” kata Yatiman.
Menurut Yatiman, jangankan untuk hubungan suami istri, berkunjung di malam hari juga tidak dibenarkan karena waktu mengunjungi napi sudah diatur pukul 09.00-16.00 WIB. “Jadi sudah benar tindakan kepala LP Lhokseumawe menyuruh petugas agar memaksa pulang tiga wanita yang berkunjung ke LP itu pada malam hari, apalagi untuk berhubungan badan, meski dengan suami masing-masing di dalam LP,” ujar Yatiman.
Ditanya apakah tindakan tidak membolehkan istri berhubungan badan dengan suaminya atau sebaliknya dengan istri berstatus napi, termasuk melanggar hak asasi, seperti dikatakan praktisi hukum yang juga pengacara senior, Yusuf Ismail Pase SH, menurut Yatiman hak asasi tentang hal itu di LP tak berlaku lagi bagi napi/tahanan.
Yatiman menyebutkan hak-hak napi yang diatur dalam UU adalah cuti mengunjungi keluarga (CMK) bagi setiap napi yang sudah menjalani setengah hukuman. Keperluannya untuk menjenguk keluarga atau hal penting lainnya. “Itu bisa diberikan dua kali dalam setahun berdasarkan pertimbangan Kalapas, Karutan atau Kacab Rutan. Waktunya dua hari bagi napi dalam kota lokasi LP, sedangkan untuk napi luar kota bisa empat hari. Ketika CMK ini, napi bisa memanfaatkan untuk berhubungan suami istri,” kata Yatiman. Bagi napi dengan vonis di bawah setahun, bisa mengambil hak cuti bersyarat (CB), jika sudah menjalani 2/3 hukuman. Sedangkan napi dengan vonis setahun ke atas, bisa mengambil pembebasan bersyarat (PB), jika sudah menjalani 2/3 hukuman.
Selain itu, ada asimilasi, yaitu hak bagi napi yang sudah menjalani setengah hukuman bisa diberi kesempatan berkarya di luar, tapi tetap kembali ke LP.
Ada juga cuti menjelang bebas. Cuti ini juga diberikan kepada napi yang sudah menjalani 2/3 hukuman dan sudah habis masa hukumannya, jika dihitung mendapat remisi umum 17 Agustus maupun remisi khusus, misalnya Idul Fitri bagi yang muslim.
“Intinya, saat mereka keluar tetap harus melapor ke Balai Pemasyarakatan (Bapas), misalnya 15 hari atau sebulan sekali. Bapas, jika di Aceh hanya ada di Banda Aceh dan Kutacane, Aceh Tenggara,” sebut Yatiman.
Adapun hak napi atau tahanan yang mutlak harus diberikan petugas, tanpa terikat dengan lamanya menjalani vonis adalah cuti alasan penting, misalnya karena orang tua atau anak meninggal, menikahkan anak, ada pembagian harta warisan, dan berbagai keperluan mendesak lainnya. “Tapi tetap di bawah pengawasan petugas,” demikian Yatiman. (sal)
No comments:
Post a Comment